Cerita Makna: Sejuta Asa Meraih Kampus Ganesha


Setiap kesuksesan yang ada didunia ini. Selalu tersimpan kisah yang mengetuk hati.

Setiap keberhasilan yang sedang dinikmati. Selalu ada harga yang harus diberi.

Setiap mimpi yang berhasil didapati. Selalu ada luka yang senantiasa menyertai.




Kali ini aku mau berbagi sedikit lika liku perjuanganku dalam menggapai impian buat kuliah di ITB, setelah sebelumnya aku memposting keberhasilanku lolos SBMPTN ITB. Aku bakal nyeritain kisah ku dari awal kelas 12. Karena emg baru berjuang dari situ sih, ehe.. 

Jadi aku yang dulu baru saja menginjak bangku kelas 12. Selama ini cuman bisa mendengar kisah-kisah dari kakak-kakak tentang ngapain aja dikelas 12. Dan dengan begitu banyaknya nasihat datang, aku masih merasa ngga peduli amat tentang persiapan kelas akhir ini. Hal ini membuatku harus bekerja ekstra setelahnya. Aku merasa biasa-biasa aja diawal, mungkin kalian juga. Hanya guru yang berubah menjadi motivator dan lebih dari sekedar pemberi materi semata. Sisanya? sama.

Awal kelas 12 aku masih punya tanggungan event dan organisasi sekaligus. Wah mampus dah aku. Dan waktu itu masih bersemangat buat nyelesein semua pekerjaan event dan organisasiku. Tiap orang punya pendirian ya. Beberapa temanku udah mulai buat fokus dan mengurangi kegiatannya disekolah. Jujur aja ini sangat annoyed bagiku. Mereka yang tiba-tiba ngilang gitu aja, emang kerjaannya siapa yang bakal nyelesein? Kan temennya juga. Emang temennya gamau kuliah apa.. tapi ya sebagian dari itu tetap keukeh harus fokus belajar dan ya daripada ngurusin gituan trus aku kudu tetap jalan nyelesein semua tugasku.

Sepanjang masi ngurus event dan organisasi aku sama sekali gapunya jadwal belajar. Bahkan disaat temenku yang lain udah banyak masuk les, aku blom ada niatan. Bukannya gamau. But, adikku tahun ini masuk SMP, SMA. Aku tidak punya uang untuk membayar cash sekian juta ke bimbel itu. Nyicil malah jatuhnya lebih mahal. Aku urung mendaftar berharap ke depan masi ada kesempatan. Harapanku hanya menjadi harapan. Nah tapi aku juga ngerasa ya, sejak kelas awal kelas 12, apapun pelajarannya aku fokus dikelas pahamin materi guru dan latihan soal yang diberikan. Karena mau bagaimana lagi? Diluar kelas pikiranku pasti bakal kemana-mana.

Setiap apa yang diterangkan aku perhatikan dengan baik. Mencatat semua apa yang perlu dicatat. Bertanya kalau blom paham. Dan serius ngerjain pas dikasi soal buat ngelatih otak ngerjain soal-soal expert. Di rumah aku sebatas ngerjain PR yang dikasi, klo gaada? Yaudah aku ngga belajar, ngerjain yang lain aja. Ngerjain PR sendiri bagiku adalah kemajuan. Dua tahun sekolah jarang banget aku bikin PR sendiri. Cuman nyalin dan diubah dikit punya teman. Banyak alasannya. Malas contohnya. Lalu tidak paham yang selalu berakhir malas.

Oh ya, karena waktu itu aku blom les, aku ngga diam gitu aja. Aku hubungi semua kakelku yang udah lolos waktu itu untuk kuminta lungsuran bukunya. Karena emang aku punya banyak kakel yang akrab. Tak butuh lama. Bertumpuk buku bekas tertata dikamar. Yah lumayan lah. Staterpack diawal, yang ntah kapan akan mulai kubuka. Sampe aku nulis ini saat udah lolos, bukunya masih ada yang blom kugara sama sekali.

Sekilas membuka buku-buku bikin ngerti gambaran materi SBM kayak apa. Materi yang baru dipelajari dikelas 12 yang mana. Dan materi dulu-dulu yang kek nya udah menguap setiap semesteran. Dalam hati aku berniat bakal ngulang materi yang dlu gagal masuk. Niat yang baik dan berjalan lambat terwujud.

Pola belajar seperti ini masi aku lakukan sampai event dan organisasiku hampir regenerasi. Ku kasih tau. Waktu itu aku menjadi tim steering commite yang bertanggungjawab atas 3 event. Kalian bisa bayangin. Walaupun bukan panitia seperti yang kalian kenal. Tim ku pokoknya tanggungjawab atas keberhasilan tiga event. Dan waktu itu, sistem ini baru perdana dilakuin. Gublu si emang. Tapi bagaimana lagi. Keterbatasan SDM dan besarnya target memaksa kami merumuskan kepanitiaan yang baru. Cemooh dibelakang dan sindiran dari yang gasuka bukan masalah lagi. Aku cuman heran, kalua iya niat kita buat ngebanggain sekolah? Lantas mengapa harus saling sikut untuk melakukannya hanya karena beda jalan. Bukankah ujung yang kita tuju sama?  Manusia terkadang sibuk dengan ambisi golongan sehingga melupakan kepentingan Bersama.

Dalam organisasi ku kasih tau juga. Aku jadi ketua rohis. Waw. Percayalah aku tidak sesholeh dari ekspetasi sesaat kalian. Aku emang suka dan aktif dalam hal keagamaan. Aku besar dikeluarga yang baik dan paham agama. Orangtuaku ingin aku bisa menjadi pribadi yang berbeda dari pemuda sekarang pada umumnya. Jadi aku ikut rohis. Aktif, dan enjoy disana. Dirohis aku belajar ngga hanya sekedar Islam. Tapi belajar memimpin yang butuh banyak softskill dan menata organisasi. Aku juga belajar bagaimana memperlakukan orang lain. Dan menempatkan mereka dimana mereka sukai.

Karena struktur baru ini tim SC (mulai ini aku singkat steering commite) belum berjalan baik. Dan aku banyak megang sampe ke teknis banget lah. Apalagi waktu udah deket hari-hari acara. Takdir kurang baiknya. Mental setiap manusia pasti beda. Kepanitiaan banyak yang kacau. Aku down. 

Waktu itu aku sama sekali gakepikir buat belajar disaat semua temenku banyak yang ngilang dengan alasan orangtua nyuruh belajar. Aku udah berada dititik nadir hidupku.

Apakah hanya orangtuaku yang ngga nyuruh belajar? Atau jangan-jangan mereka sedih dengan kesibukanku dan pasrah denganku? Aku gatau harus apa. Disaat itu. Kelas 12 dengan event dan belajar yang saling minta diperhatikan. Ada pikiran mengapa aku ambil jalan ini dlu? Kenapa harus jadi anak yang aktif? Kenapa ngga burenk aja kek yang lain? Semua yang aku sesali menjadi syukur saat aku menulis CV di ITB kemudian.


Cerita Makna: Sejuta Asa Meraih Kampus Ganesha Cerita Makna: Sejuta Asa Meraih Kampus Ganesha Reviewed by izzuddinHisyaam on Juli 15, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.